Kajati Sumut Idianto saat melakukan ekspose dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut.(Foto: Penkum Kejati Sumut)
Perkara Pencurian Sawit, Kejati Sumut Hentikan Penuntutannya Dengan Keadilan Restoratif
Medan (tajukpos.com)-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali melakukan penghentian penuntutan terhadap perkara tindak pidana pencurian berondolan sawit dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ)
Penghentian perkara atas tersangka Japar (53 tahun) yang berasal dari Kejari Langkat oleh Jampidum Kejagung RI itu, setelah sebelumnya dilakukan ekspose oleh Kajati Sumut Idianto, SH, MH dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Selasa (29/8/2023).
Kajati Sumut saat ekspose turut didampingi Aspidum Luhur Istighfar, SH, MH, Kajari Langkat Mei Abeto Harahap,SH,MH, Kasi TP Oharda Zainal, SH, MH, Kasi Pidum Kejari Langkat Hendra Abdi P Sinaga,SH serta Kasi lainnya.
Ekspose perkara disampaikam kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 88 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif. Termasuk 1 perkara yang disetujui Jampidum dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah dari Kejaksaan Negeri Langkat atas nama tersangka Japar (53 tahun) yang melakukan tindak pidana pencurian berondolan sawit milik PTPN II Kebun Batang Serangan. Tersangka melanggar Pasal 111 Subs Pasal 107 huruf d UU RI No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Atau Pasal 362 KUHPidana.
Menuut Yos A Tarigan perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, artinya di antar tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
"Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Yos A Tarigan.
Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan bahwa proses penghentian penuntutan perkara pencurian sawit ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penunut umum.(tp1/r)